Khutbah Jumat: Kehidupan Hati Lebih Penting daripada Kehidupan Jasmani
Khutbah Jumat: Kehidupan Hati Lebih Penting daripada Kehidupan Jasmani ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 11 Rabi’ul Awwal 1444 H / 07 Oktober 2022 M.
Khutbah Pertama Tentang Khutbah Jumat: Kehidupan Hati Lebih Penting daripada Kehidupan Jasmani
Pertama kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita. Tidak bisa kita hitung dan kita hingga nikmat Allah, sebagaimana firmanNya:
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا…
“Jika kamu mencoba menghitung nikmat Allah, maka kamu tidak akan mampu menghitungnya…” (QS. An-Nahl[16]: 18)
Kewajiban kita semua adalah menjadi hamba yang bersyukur. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah adalah salah satu cara untuk menambah nikmat tersebut.
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Jika kamu bersyukur, maka Aku akan tambah nikmatKu untukmu.” (QS. Ibrahim[14]: 7)
Shalawat dan salam tidak lupa kita limpahkan untuk Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, keluarga beliau, sahabat beliau, dan siapa saja yang mengikuti sunnah beliau sampai hari kemudian.
Jamaah yang dimuliakan Allah.. Di dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan perumpamaan kepada kita tentang hati. Nabi bersabda:
مثل القلب كمثل ريشة بأرض فلاة تقلبها الرياح
“Perumpamaan hati ibarat sehelai bulu yang diletakkan di padang pasir yang luas lalu diterbangkan dibolak-balikkan angin.”
Hadits ini menjelaskan kepada kita bagaimana kondisi hati manusia. Ibarat sebuah bulu yang ada di tengah padang pasir yang luas. Kita tahu bersama bahwa padang pasir yang luas itu sangat kencang anginnya. Saking kencangnya angin di padang pasir ini, bahkan dia bisa memindahkan bukit pasir. Begitu kencang dan kuatnya angin di padang pasir itu.
Kalaulah sebuah bukit pasir saja bisa pindah tempat karena hembusan anginnya, bagaimana nasib sehelai bulu? Tentu dia akan terus bergerak tidak bisa diam, berbolak-balik. Begitulah kondisi hati manusia, terus berbolak-balik. Maka dari itu orang arab mengungkapkan hati itu dengan qalb karena dia يتقلب (selalu berbolak-balik).
Dan kalau kita lihat sebuah bulu di padang pasir itu, kalau kita tidak tangkap dan pegang, maka dia akan mengikuti kemanapun angin berhembus, dia tidak akan istiqamah di satu tempat, dia akan melayang pergi entah kemana, bahkan kita tidak akan bisa mengikutinya. Itulah hati yang tidak dipegang.
Bagaimana seandainya bulu yang berada di tengah padang pasir ini kita pegang? Apa yang kita lihat pada bulu ini? Dia tidak terbang kemana-mana tapi dia tidak bisa berhenti diam, dia terus bergerak karena angin terus berhembus.
Begitulah kondisi hati manusia. Walaupun kita menggenggamnya, kita mengendalikannya, kita menjaganya, namun hati itu tidak pernah diam. Karena musuh kita (iblis dan bala tentaranya) tidak pernah membiarkan hati kita kosong, tenang, dan diam. Dia terus bergerak. Begitulah kondisi hati manusia.
Bagaimana pula jika hati ini tidak dijaga? Hati ini kita lepas seperti sebuah bulu yang kita lepas di padang pasir? Dia akan hilang dari pandangan. Seperti itulah kondisi hati yang dilepas oleh pemiliknya. Dia akan tersesat pergi entah kemana, hilang dari pandangan. Kalaupun kita pegang hati itu dia terus bergerak tidak bisa diam. Inilah permisalan yang Nabi buat tentang hati.
Oleh karena itu perhatian terhadap kehidupan hati itu jauh lebih penting daripada perhatian terhadap kehidupan jasmani. Ada beberapa alasan kenapa kehidupan hati itu lebih penting untuk kita perhatikan.
Ini adalah masalah penting dan lebih penting. Bukan kebutuhan jasmani tidak penting kita cukupi, kita tidak mengatakan seperti itu. Kebutuhan jasmani juga merupakan hak yang harus kita penuhi. Tapi kita berbicara di sini tentang mana yang lebih penting. Kita membicarakan skala prioritas. Apa yang diprioritaskan oleh seorang hamba dalam hidupnya? Apakah kehidupan hatinya atau kehidupan jasmaninya?
Ada beberapa alasan kenapa kehidupan hati itu jauh lebih penting?
Rezeki jasmani Allah sudah jamin
Pertama, untuk rezeki jasmani Allah sudah jamin. Siapa saja, baik muslim maupun kafir sudah Allah jamin rezeki jasmaninya.
وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا …
“Tidak ada satupun makhluk yang berjalan di bumi Allah ini melainkan Allah telah jamin rezekinya…” (QS. Hud[11]: 6)
Ini umum berlaku untuk siapa saja. Bahkan orang yang paling durhaka kepada Allah sekalipun ia tetap dijamin rezeki jasmaninya, tapi tidak dengan rezeki rohani, tidak dengan kebutuhan rohani. Hidayah tidak Allah berikan kepada siapa saja. Allah memberikan hidayah yang mana itu merupakan kebutuhan/makanan/rezeki rohani, itu tidak diberikan kepada semua orang. Hanya orang-orang yang Allah pilih untuk mendapatkan hidayahNya. Allah mengatakan di dalam Al-Qur’an:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ…
“Engkau tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang kamu cintai, tapi Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendakiNya…” (QS. Al-Qasas[28]: 56)
Hanya orang-orang tertentu yang Allah kehendaki untuk mendapatkan kebutuhan rohaninya, yaitu hidayah (ilmu). Tidak semua orang mendapatkan ilmu, walaupun dia duduk di majelis ilmu. Di antara yang datang ke majelis ilmu cuma dapat tidur dan makanan, padahal dia sudah berada di tempat yang seharusnya dia mendapatkan makanan rohaninya. Tapi dia tidak mendapatkannya juga. Itu artinya makanan rohani ini hanya Allah berikan kepada siapa yang dikehendaki.
Maka dari situ kehidupan hati/rohani itu jauh lebih penting, jauh lebih utama daripada sekedar kehidupan jasmani yang mana itu Allah berikan kepada siapa saja, tidak ada beda antara yang mulia dan yang hina, antara si muslim dan si kafir.
Sakitnya jasmani tidak menghalangi seseorang untuk beribadah
Yang kedua, kehidupan hati itu jauh lebih penting karena sakitnya jasmani itu tidak menghalangi seseorang untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berapa banyak orang-orang yang sakit jasmaninya tapi dia dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan jauh lebih semangat daripada orang yang sehat. Itu mungkin dapat kita rasakan ketika kita sakit, bagaimana rasanya kita berdoa. Tentunya mungkin jauh lebih khusyuk padahal kondisi kita sakit.
Tapi kalau rohani/hati yang sakit, itu akan mengganggunya dari ibadah. Dia tidak akan bisa beribadah dengan baik walaupun jasmani sehat. Berapa banyak orang-orang yang beribadah, jasmaninya sehat, dia bisa berdiri di dalam shaf, tapi hatinya entah kemana, hatinya hilang, dia tidak bisa khusyuk walaupun badannya khusyuk. Ini artinya kesehatan jasmani tidak menjamin orang itu bisa beribadah dengan baik. Tapi kehidupan hati itu adalah modal penting bagi seorang hamba untuk dapat beribadah dengan baik.
Oleh karena itu nilai dari satu shalat adalah bagaimana dia dapat mengerjakannya dengan khusyuk. Dan khusyuk itu amalan hati.
Diterima tidaknya amal jasmani ini tergantung kepada amal hati
Yang ketiga, diterima tidaknya amal jasmani ini tergantung kepada amal hati, yaitu ikhlas. Bagaimanapun kita melakukan ibadah dengan jasmani kita, tapi kalau tidak didasari dengan amal hati berupa ikhlas (niat yang lurus), maka ibadah itu tidak ada nilainya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى…
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dengan niatnya (keikhlasannya), dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan nilai ibadahnya menurut apa yang dia niatkan (sesuai dengan kadar kaikhlasannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihat: Hadits Arbain Ke 1 – Innamal A’malu Binniyat
Dari situ dapat kita ketahui bahwa amal jasmani itu bergantung kepada amal hati, bukan hati bergantung kepada amal jasmani.
Hati yang mati menggiring seseorang kepada keburukan
Yang keempat, apabila jasmani ini mati maka hamba itu akan terhenti dari keburukannya. Apabila jasmani mati, kita tidak bisa berbuat jahat lagi dan orang-orang akan selamat dari kejahatan kita. Itu kalau jasmani mati. Tapi kalau hati yang mati, orang itu tidak akan berhenti dari kejahatannya. Walaupun jasmaninya hidup, tapi kalau hatinya mati dia tidak akan berhenti dari kejahatannya, bahkan boleh jadi kejahatannya semakin meningkat/banyak/parah. Karena hati yang mati berpotensi menggiring seseorang itu kepada keburukan yang lebih dahsyat lagi.
Khutbah Khutbah Jumat: Kehidupan Hati Lebih Penting daripada Kehidupan Jasmani
Oleh karena itulah, para jama’ah yang dimuliakan Allah.. Hukuman terberat/terbesar atas seorang hamba di dunia adalah Allah mengunci mati hatinya, bukan hukuman jasmani. Berapa banyak orang-orang yang Allah hukum jasmaninya itu membuat dia taubat kepada Allah, bahkan dia memperbaiki hatinya. Tapi kalau hati yang sudah dihukum oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini merupakan adzab terberat yang diterima oleh seorang hamba di dunia. Jasmaninya hidup tapi hatinya Allah kunci mati.
Seperti orang-orang kafir yang Allah katakan:
… سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sama saja diberi peringatan atau tidak diberi peringatan mereka tidak beriman.” (QS. Al-Baqarah[2]: 6)
Hal ini karena hati mereka sudah dikunci mati.
Seperti orang-orang Yahudi yang mendeklarasikan diri mereka sendiri dengan mengatakan:
وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ…
“Mereka mengatakan: ‘Hati kami sudah mati…`” (QS. Al-Baqarah[2]: 88)
Bayangkan orang-orang yang masih hidup di dunia tapi Allah vonis hatinya sudah mati, ini adalah hukuman terberat.
Maka coba lihat beberapa orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kunci mati hatinya. Seperti Firaun yang Allah kunci mati hatinya, dan dia baru melihat kebenaran itu padahal sudah banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang Allah berikan kepadanya melalui NabiNya (Musa dan Harun). Tapi Firaun tidak kunjung beriman kepada Allah, hatinya terkunci mati. Dan ketika dia sudah melihat kematian di depan matanya, barulah dia mau beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tapi sudah terlambat. Ini adalah suatu hukuman yang terberat bagi Firaun, yaitu ketika dia sudah melihat kebenaran itu tapi tidak ada lagi jalan kembali, tidak ada kesempatan/peluang untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tinggallah penyesalan, dan penyesalan itu adalah hukuman terberat bagi hati.
Dan coba lihat juga Abu Lahab yang Allah turunkan sebuah surah berkaitan dengannya, disebutkan namanya di dalam Al-Qur’an. Allah vonis Abu Lahab masuk neraka sementara dia masih hidup. Allah kunci mati hatinya, tidak beriman sampai mati. Ini adalah hukuman terberat bagi seorang hamba, yaitu Allah matikan hatinya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan di dalam Al-Qur’an:
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Tidakkah mereka berjalan di muka bumi, lalu mereka memiliki hati yang dapat memahami dan memiliki telinga yang dapat mendengar. Akan tetapi yang buta itu bukanlah mata kepala, tapi yang buta itu adalah mata hati.” (QS. Al-Hajj[22]: 46)
Inilah hukuman terberat bagi seorang hamba di dunia, yaitu Allah kunci mati hatinya, sehingga tidak bisa lagi membedakan mana yang haq dan mana yang batil, tidak bisa menerima kebenaran walaupun kebenaran itu didatangkan kepadanya seterang matahari disiang bolong. Ini hukuman yang paling berat atas seorang hamba.
Download mp3 Khutbah Jumat Tentang Kehidupan Hati Lebih Penting daripada Kehidupan Jasmani
Podcast: Play in new window | Download
Jangan lupa untuk ikut membagikan link download “Kehidupan Hati Lebih Penting daripada Kehidupan Jasmani” ini kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau yang lainnya. Semoga menjadi pembukan pintu kebaikan bagi kita semua.
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52217-khutbah-jumat-kehidupan-hati-lebih-penting-daripada-kehidupan-jasmani/